Dalam urusan beras, Vietnam bisa jadi satu dari sekian banyak negara yang sukses dalam produksi berasnya. Dengan produksi beras tahunan rata-rata di atas 28 juta ton, negara tersebut jadi salah satu pengekspor beras dunia sejak beberapa tahun belakangan.
Indonesia Representative Assistant Food and Agriculture Organization (FAO), Ageng Herianto, menjelaskan di negara tersebut pengembangan lahan untuk sawah padi diatur sangat ketat oleh pemerintah.
Hal ini memungkinkan penanaman padi dilakukan dilahan yang sangat luas dan terkonsentrasi, dengan dukungan infrastruktur yang memadai hingga pasca panen. Di sisi lain, pengusahaan lahan oleh negara meminimalkan alih fungsi lahan oleh petani.
“Di Vietnam itu lahan dikuasai negara, sehingga tidak boleh ada perubahan atau konversi. Wajar lahannya tetap luas. Sedang di kita kepemilikan pribadi petani, kepemilikannya kecil, sudah begitu semakin sempit,” terang Ageng kepada detikFinance, Minggu (18/6/2017).
Selain itu, lanjutnya, sebagaimana negara-negara produsen beras lain yang berada di lembah Sungai Mekong, membuat Vietnam memiliki lahan yang sangat cocok untuk tanaman padi dalam skala sangat luas.
“Di Mekong itu lahan sangat flat jadi satu, sehingga sangat efisien untuk penggunaan peralatan mekanisasinya, irigasi, ongkos pemasaran, dan sebagainya. Hal itu yang membuat berasnya relatif lebih murah,” kata Ageng.
Data FAO, harga beras per Maret 2017 di Vietnam saat ini yakni US$ 0,31/kg atau Rp 4.120 (kurs Rp 13.290). Harga beras di negara Asia Tenggara lain yang berada di lembah Mekong seperti Thailand yakni US$ 0,33/kg, Myanmar US$ 0,28/kg, Kamboja US$ 0,42/kg.
Sementara harga rata-rata beras di Indonesia yakni US$ 0,79 atau Rp 10.499. Pada tahun lalu, sebagaimana dirilis FAO, harga beras di Indonesia lebih mahal ketimbang rata-rata harga beras global. Harga beras dalam negeri berada di level US$ 1 /kg, sementara harga beras internasional hanya sekitar US$ 0,4 /kg. (idr/mkj)
Detik. Minggu, 18 Jun 2017
Indonesia Representative Assistant Food and Agriculture Organization (FAO), Ageng Herianto, menjelaskan di negara tersebut pengembangan lahan untuk sawah padi diatur sangat ketat oleh pemerintah.
Hal ini memungkinkan penanaman padi dilakukan dilahan yang sangat luas dan terkonsentrasi, dengan dukungan infrastruktur yang memadai hingga pasca panen. Di sisi lain, pengusahaan lahan oleh negara meminimalkan alih fungsi lahan oleh petani.
“Di Vietnam itu lahan dikuasai negara, sehingga tidak boleh ada perubahan atau konversi. Wajar lahannya tetap luas. Sedang di kita kepemilikan pribadi petani, kepemilikannya kecil, sudah begitu semakin sempit,” terang Ageng kepada detikFinance, Minggu (18/6/2017).
Selain itu, lanjutnya, sebagaimana negara-negara produsen beras lain yang berada di lembah Sungai Mekong, membuat Vietnam memiliki lahan yang sangat cocok untuk tanaman padi dalam skala sangat luas.
“Di Mekong itu lahan sangat flat jadi satu, sehingga sangat efisien untuk penggunaan peralatan mekanisasinya, irigasi, ongkos pemasaran, dan sebagainya. Hal itu yang membuat berasnya relatif lebih murah,” kata Ageng.
Data FAO, harga beras per Maret 2017 di Vietnam saat ini yakni US$ 0,31/kg atau Rp 4.120 (kurs Rp 13.290). Harga beras di negara Asia Tenggara lain yang berada di lembah Mekong seperti Thailand yakni US$ 0,33/kg, Myanmar US$ 0,28/kg, Kamboja US$ 0,42/kg.
Sementara harga rata-rata beras di Indonesia yakni US$ 0,79 atau Rp 10.499. Pada tahun lalu, sebagaimana dirilis FAO, harga beras di Indonesia lebih mahal ketimbang rata-rata harga beras global. Harga beras dalam negeri berada di level US$ 1 /kg, sementara harga beras internasional hanya sekitar US$ 0,4 /kg. (idr/mkj)
Detik. Minggu, 18 Jun 2017