Hampir menjadi kesadaran umum bahwa praktek demokrasi liberal sekarang telah membuat bangsa kita menjadi tidak jelas arah dan tujuannya, nasionalisme menjadi buram, sekelompok orang menjadi sangat kaya raya, sebagian besar rakyat jadi miskin , manusia jadi serakah dan materialistik, hidup sangat individualistik. BUdaya hedonisme, exibishionisme, narsisme mewabah. Semangat kekeluargaan, sopan santun, saling menghargai menjadi runtuh. Manusia Indonesia seakan kehilangan jati diri.
Ketika demokrasi liberal diterapkan di Indonesia tahun 1950an Presiden Soekarno mengeritik dg mengatakan : “”Berilah bangsa kita satu demokrasi yang tidak jegal – jegalan. Sebab demokrasi yang membiarkan seribu macam tujuan bagi golongan atau perorangan akan menenggelamkan kepentingan nasional dalam arus malapeta.” Demokrasi liberal, dinilainya sebagai demokrasi dengan politik rongrong merongrong, rebut merebut, jegal menjegal dan fitnah memfitnah.
Situasi itulah yg membuat Soekarno didukung KSAD Nasution mendekritkan kembali ke UUD 45 pd 5 Juli 1959.
Sekarang sejarah berulang kembali, UUD45 hasil Amandemen 2002, ternyata berimplikasi luas terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat kita. Secara politik,ekonomi, sosial budaya,keamanan dan lain lain telah sangat liberal. Banyak kalangan resah dan gelisah. Sehingga timbul anggapan KITA TELAH TERSESAT karena itu kita harus kembali ke TITIK AWAL kita berangkat, yaitu kembali ke roh perjuangan awal kita mendirikan negara ini, yaitu yg tertuang dlm Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 45. Kita kembali kesini dulu, sebagai layaknya orang yg tersesat mencari titik start berangkatnya, agar bisa menyusur jalan benar. Maka makin menguat keyakinan bahwa kembali ke UUD45 ASLI( UNTUK DISEMPURNAKAN ITU), adalah cara bijak. Bukan dg melanjutkan Amandemen yg akan makin menyesatkan.
Namun gagasan kembali ke UUD45 ASLI selalu dicurigai sebagai upaya mengajak kembali ke era kegelapan, era penindasan , era fasisme , era militerisme, selama 32 tahun kekuasaan Soeharto atau kediktatoran seperti zaman jelang akhir kekuasaan Soekarno.
Padahal penerapan UUD45 di era Soekarno juga mendapat kritik dari Bung Hatta dll. Demikian juga di era Soeharto mendapat kritik keras dari Jen AH Nasution, M Natsir, Ali Sadikin dll yg tergabung dlm Petisi 50 serta gerakan mahasiswa 1974 dan 1977/1978.
Artinya apa yg diterapkan oleh Soekarno diakhir kekuasaannya maupun selama 32 tahun berkuasa bukanlah yang IDEAL. Dengan kata lain UUD45 ASLI BELUM PERNAH DIIMPLEMENTASIKAN DENGAN BENAR SEPENUHNYA SEHINGGA KITA MESTI BERJUANG TERUS UNTUK MELAKSANAKAN DENGAN MURNI DAN KONSEKWEN.
Dalam hal demokrasi SOEKARNO pernah merumuskan istilah DEMOKRASI TERPIMPIN yg dlm penerapannnya dianggap berujung ke diktator. Soeharto dlm pidatonya diawal kekuasaannya pd 16 Agustus 1967 merumuskan DEMOKRASI PANCASILA dg kalimat yg indah dan bagus :: “Karena pangkal tolak demokrasi Pancasila adalah kekeluargaan dan gotong royong,maka demokrasi tdk mengenal kemutlakan golongan,baik kemutlakan karena kekuatan pisik,kemutlakan karena kekuatan ekonomi,kemutlakan karena kekuasaan , maupun kemutlakan karena besarnya jumlah suara.
Kehidupan demokrasi Pancasila tdk boleh diarahkan utk semata mata mengejar kemenangan dan kepentingan pribadi atau golongan sendiri, apalagi ditujukan untuk mematikan golongan yg lain, selama golongan ini termasuk dlm warga Orde Baru,warga Pancasila dan UUD45. Azas demokrasi Pancasila sebenarnya telah diatur secara konstitusional ,ialah mengikut sertakan semua golongan yg mempunyai kepentingan dlm kehiduipan kenegaraan dan kemasyarakatan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.”
Pidato ini sangat menyihir dan paling sering dikutip oleh Petisi 50.
Pak Natsirpun tertarik dg pidato awal Soeharto berkuasa ini, sehingga di awal kekuasaan Soeharto bekas Perdana Menteri dan Tokoh Partai Masyumi tsb mau mendukung Soeharto.Namun Natsir pun kecewa dg Soeharto sehingga bergabung dg PETISI 50 menentang Soeharto.
Jadi adalah keliru besar bila ada anggapan bhwa kembali ke UUD45 ASLI sebagai upaya mengajak ke era diktator dan fasis militeristik. Apalagi zaman telah berubah, kesadaran atas hak azasi manusia, pemahaman akan hukum telah meningkat pesat. Militer Indonesia pun telah belajar banyak atas kekeliruan di masa lalu dan melakukan redefinisi atas perannya di era yang makin terbuka ini, sehingga tidak mungkin mengulang sejarah kelam peran yang pernah dimainkan oleh Soeharto.
Kita kembali ke UUD 45 ASLI adalah untuk menemukan kembali jatidiri kita sebagai bangsa yg hidup dlm alam musyawarah mufakat, kekeluargaan dan berjuang untuk kemajuan bersama, bukan untuk saling jegal menjegal dan mengejar kemajuan masing masing.
Kembali ke UUD45 ASLI adalah upaya kita kembali ke titik start untuk menemukan roh murni dari makna terdalam perjuangan para pendiri bangsa kita,menegakkan nasionalisme kita, karena kita telah TERSESAT dlm arah yg keliru dlm mencapai tujuan kemerdekaan kita.
Kembali ke UUD 45 ASLI bukan untuk mengkeramatkan Konstitusi karena kita tetap punya ruang UNTUK MENYEMPURNAKAN (misalnya pembatasan masa jabatan Presiden!) dg cermat dan hati hati, bukan perubahan secara serampangan.
Karena konstitusi AS pun dirubah secara hati hati, kata perkata.Tidak asal buang atau memasukkan kalimat secara “borongan” sehingga kehilangan makna historis dan filosofis sebgmana yg dimaksud para pendiri bangsa.
Oleh : M.Hatta Taliwang
Sumber: iepsh.org
Foto: Tirto.id