MK Tolak Perluasan Pasal Perzinahan, Aktivis LGBT Semringah

Aktivis Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) menyambut baik langkah Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak perluasan pasal perzinahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasalnya, para aktivis itu menganggap bahwa pengajuan uji material ini sebagai upaya sekelompok masyarakat yang akan membuat kehidupan pribadi jadi urusan publik. Karenanya dapat mengkriminalisasi LGBT dan seks di luar nikah.

Aktivis LGBT yang juga pendiri GAYa NUSANTARA, Dede Oetomo mengatakan, putusan hakim sudah tepat. Ketika mendengar argumentasi hakim, menurutnya, memang tidak ada urgensinya soal aturan seputar ranah privat.

“Ya ini langkah bijak MK, bisa memilahkan mana yang jadi wewenangnya (menguji konstitusionalitas perundang-undangan) dan mana yang jadi wewenang DPR (merevisi per-UU-an)” ujar Dede kepada JawaPos.com, Kamis (14/12).

Artinya, MK menolak permintaan jika LGBT masuk ranah pidana baru. Dede menilai permohonan pemohon uji materi justru mengkriminialisasi semua seks di luar nikah.

“Sekarang sih secara nasional tidak ada (kriminalisasi). Permohonan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia itu yang mau mengkriminalisasi semua seks di luar nikah,” ucapnya.

Dede menambahkan, saat ini justru sedang bergulir di DPR terkait RUU KUHP yang mengkriminalisasi seks hetero di luar nikah. Dede mengaku ikut mengawal pembacaan keputusam hakim MK hari ini sebagai peristiwa bersejarah.

“Ya, saya menyaksikan live streaming dari MK. Ingin menyaksikan peristiwa bersejarah. Para pemohon itu kan mau mensyariahkan KUHP,” kata Dede.

Sementara itu, aktivis Perempuan dari Konde Institute, Poedjiati Tan menilai Judicial Review (JR) tersebut sebagai upaya kriminalisasi dan dekriminalisasi ranah privat warga negara, baik heteroseksual maupun homoseksual dengan dalih agama.

“Bagi warga negara yang direntankan posisinya seperti perempuan, masyarakat adat, dan orang dengan SOGI non hetereseksual dan non-bineri adalah target sasaran utama,” pungkas Poedjiati.

Diketahui, hari ini (Kamis, 14/9) Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan memperluas pasal perzinahan di KUHP. Pengajuan uji materi dimohonkan oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia. Adapun materi gugatan AILA itu pasal 284, 285 dan 292 KUHP. Ketiga pasal itu mengatur tentang perzinahan, pemerkosaan, dan pencabulan anak.
(ika/JPC)

JawaPos. Kamis, 14 Desember 2017