Pertemuan Terakhir Dua Sahabat, Gus Dur dan Gus Mus

Ketulusan serta keikhlasan dalam menjalankan dan menerima kenyataan hidup menjadi salah satu nilai yang bisa dipetik dari sosok Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.

Kyai Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam karya Husein Muhammad yang berjudul "Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus", menceritakan perihal pertemuan terakhirnya bersama Gus Dur.

Menurut Gus Mus, pertemuan itu terjadi satu minggu sebelum Gus Dur wafat. Saat itu, Gus Dur dalam keadaan kurang sehat namun tetap menyambangi kediamannya.

"Sebagaimana sebelumnya Gus Dur dulu sering mampir untuk sekadar ngobrol ngalor-ngidul dengan saya. Tak ada sikap dan cara Gus Dur yang berubah," kata Gus Mus dalam buku tersebut.

"Ya seperti biasalah, Gus Dur datang ke sini sekadar ingin bertemu, istirahat, dan lesehan di atas tikar ini, sambil ngobrol ke sana kemari, kadang sambil tiduran. Jika kami bertemu, Gus Dur akan bercerita tentang situasi bangsa dan negara, keadaan NU, keadaan para kyai, dan satu hal yang tak pernah ditinggalkan Gus Dur: bercerita hal-hal unik, menarik, dan lucu-lucu yang membuat kami dan semua yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak," lanjut Gus Mus.

Dalam pertemuan itu, Gus Dur dan Gus Mus sempat bersantap bersama. Menurut Gus Mus, saat itu Gus Dur makan banyak meskipun dikabarkan bahwa beberapa hari belakangan sulit makan.

Menurut Gus Mus, Gus Dur tak pernah menolak makanan yang disajikan, meskipun telah dilarang oleh dokter.

"Gus Dur selalu pasrah pada Gusti Allah saja. Tetapi, Mbak Nur (istri Gus Dur) selalu mengawasinya dan melarang makanan atau minuman yang harus dipantang suaminya itu, dan kalau sudah begitu, biasanya Gus Dur diam saja, nurut," kata Gus Mus.

Menurut Gus Mus, kala itu dua jam lamanya Gus Dur berada di kediamannya. Meskipun pada awalnya, hanya ingin sebentar saja berada di sana. Setelah itu, Gus Dur pamit mohon diri untuk melanjutkan perjalanan.

"Gus Mus, aku harus segera berangkat ke Tebuireng, aku dipanggil si Mbah (kakeknya, yakni Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari)," kata Gus Mus menirukan ucapan Gus Dur kala itu.

Ucapan itu cukup janggal lantaran kakek Gus Dur, KH Hasyim Asy'ari, meninggal pada 25 Juli 1947.

Seperti pertanda, seminggu setelah Gus Dur pamit kepada Gus Mus itu, tepatnya 30 Desember 2009, masyarakat Indonesia dirundung duka. Sang Guru Bangsa itu menghembus napas terakhir setelah berjuang melawan penyakit komplikasi yang selama ini dideritanya.

Saat itu, ribuan rakyat Indonesia mengantarkan kepergian Gus Dur ke rumah terakhirnya yang disediakan di Pondok Pesantren Tebuireng, pesantren yang didirikan sang kakek.

Bagi Gus Mus, kepergian teman terbaiknya itu menghadap sang pencipta telah menorehkan duka.

"Dialah yang membesarkan dan mendidik saya hingga jadi seperti saya sekarang ini. Banyak sekali kenangan saya bersama Gus Dur," kata Gus Mus.

Penulis: Fachri Fachrudin
Kompas.com. 07/09/2017
Foto: Ketua Umum PB NU, KH Abdurrahman Wahid (kiri), digandeng KH A Mustofa Bisri seusai memberikan sambutan pada malam Halal bihalal "Membudayakan Kehidupan Demokrasi" di Jakarta, Jumat (7/3/1997) malam. Keduanya malam itu menjadi bintang dengan uraian tentang demokrasi Indonesia saat ini, yang menggelitik dan penuh humor. ARSIP KOMPAS

Baca Juga: Gara-gara Gus Dur, Gus Mus Jadi Penyair

* Gus Dur (Abdurrahman Wahid) adalah Presiden Republik Indonesia yang keempat; menjabat dari 1999 hingga 2001, menggantikan B.J. Habibie. Tokoh Muslim Indonesia ini adalah mantan Ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).