Syukur Petani pada Refugia

Deretan kenikir berbunga kuning dan jingga, serta tanaman bunga pukul delapan berwarna putih, menghiasi kawasan pertanian di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (23/3). Bunga-bunga itu penyokong sawah pertanian yang produktif.

Dua tahun terakhir, para petani di Desa Pliken menanam serta merawat kenikir dan bunga pukul delapan (mekar pukul 08.00-10.00) di tepi hamparan sawah. Tanaman itu dipelihara baik, tidak sekadar demi keindahan areal persawahan. Namun, lebih dari itu, yakni membangun sebuah ekosistem pertanian hayati bebas pestisida.

Tanaman bunga menjadi semacam pagar bagi berkembangbiaknya hama pengganggu tanaman padi, seperti penggerek batang. Tanaman itu adalah jenis refugia, tempat hidup dan sumber pakan musuh alami hama padi. Selain bunga kenikir dan bunga pukul delapan, beberapa jenis tanaman lain yang termasuk refugia adalah bunga kertas dan bunga matahari.

Pemanfaatan tanaman refugia di Desa Pliken sejak 2014, di bawah program pendampingan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) perwakilan Indonesia. Penanaman refugia bagian dari pengelolaan hama terpadu (PHT) melalui pendekatan penyelamatan lingkungan. Selain di Kabupaten Banyumas, program itu ada di Kabupaten Klaten di Jawa Tengah; Karawang dan Indramayu di Jawa Barat; serta Banyuwangi dan Bojonegoro di Jawa Timur.

Keberadaan refugia menyokong perkembangan serangga menguntungkan, musuh atau predator alami. Sejalan keberadaan musuh alami hama padi, konsumsi pestisida pun turun.

Menurut dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), yang juga Ketua Tim Ahli FAO, National Consultant untuk pestisida, Y Andi Trisyono, serangga predator dalam satu siklus hidupnya bisa memangsa lebih dari satu wereng. Contohnya, laba-laba bisa menghabiskan 20 wereng dalam satu siklus hidupnya.

Serangga predator bisa parasitoit (kecil dan tidak kasatmata). Parasitoit dibedakan endoparasitoit dan ektoparasitoit.

Endoparasitoit hidup dalam wereng atau telurnya dan membunuh wereng dari dalam. Apabila telur wereng menetas, yang keluar endoparasitoit.

Penelitian di Kabupaten Bantul pada 2013, endoparasitoit dalam telur wereng coklat bisa merusak 20-30 persen telur wereng. “Kalau petani menggunakan pestisida, parasitoit akan mati duluan sehingga tidak bisa membunuh wereng,” katanya.

Sementara ektoparasitoit membunuh wereng dengan menempel. “Alam ini penuh organisme yang membantu petani. Penggunaan pestisida berlebihan justru berbahaya,” kata Andi.

Petani di Desa Pliken membuktikan itu. Di sana, tiga kelompok tani menerapkan PHT dengan pendekatan penyelamatan lingkungan: Kelompok Tani Sumber Rejeki 1, Sumber Rejeki 2, dan Sumber Rejeki 4, dengan total luas areal 75 hektar.

Sucipto, Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki 2, mengatakan, saat ini petani hidup tanpa pestisida. Pemberantasan hama, seperti wereng coklat dan penggerek batang, sepenuhnya berjalan alami. Predator alami hama tumbuh di refugia.

Budidaya refugia
Budidaya tanaman refugia sangat mudah. Bunga kenikir tumbuh dari biji bunga yang ditebar. Bunga pukul delapan diperbanyak dengan stek batang.

Awalnya, refugia di areal sawah kerap rusak. Keindahan bunganya menarik perhatian anak-anak untuk memetiknya. Demi menjaga tanaman, Sucipto mendatangi sekolah dan memberikan sosialisasi kepada siswa agar tidak memetik bunga refugia.

Kini, selain hidup tanpa pestisida, banyak manfaat lain dirasakan petani. Seiring membaiknya ekosistem pertanian di wilayah itu, produktivitas padi di Desa Pliken meningkat.

Pada 2012, rata-rata produksi padi di Desa Pliken hanya 6,5 ton per hektar. Tahun 2014, sejalan dengan dimulainya program PHT, produktivitas tanaman padi meningkat jadi 7,43 ton per ha. Produktivitas kembali meningkat jadi 7,67 ton per ha dan saat ini 7,83 ton per ha. Di sisi lain, biaya membeli pestisida dan pupuk kimia berkurang.

“Yang tidak kalah penting, kualitas beras juga sehat karena bebas pestisida,” kata Sucipto. Kini, petani Desa Pliken memenuhi sendiri kebutuhan beras bagi 8.400 warganya dan menghasilkan surplus hingga 960 ton per tahun.

Tak hanya menanam refugia, dalam pengendalian hama, petani juga memanfaatkan agen hayati berupa campuran bahan-bahan organik yang difermentasi. Petani mampu membuatnya sendiri dengan harga jauh lebih murah ketimbang harga pasar, seperti jenis coryne, yang antara lain dibuat dari bahan kentang, gula pasir, air, dan agar-agar.

Selain menggunakan pupuk organik, petani bahu-membahu melakukan gropyokan tikus sebelum tanam. Mereka juga menggunakan varietas unggul dan sistem tanam jajar legowo.

Penggunaan pupuk organik memang belum sepenuhnya, petani masih mencampurkan pupuk kimia. Secara rutin, petani mengamati hama di sawah dan berdiskusi membahas hasilnya sekali sepekan. “Dalam satu kali musim tanam, pengamatan sebanyak 12 kali,” kata Sucipto.

Kini, para petani bertekad tetap mempertahankan bertani lebih ramah lingkungan. Mereka juga bertekad mengembangkannya ke areal lebih luas di wilayah kecamatan lain, meski tanpa fasilitas dari FAO, yang menurut rencana berakhir Juni 2016.

Assistant FAO Representative Program Ageng Herianto berharap upaya PHT tersebut tetap dipertahankan. Dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sangat diharapkan.

Oleh karena itu, ia menggandeng institusi akademisi, antara lain UGM, untuk ikut mendampingi petani dalam melaksanakan PHT lanskap tersebut.

Libatkan mahasiswa
Menurut Direktur Direktorat Pendamping Masyarakat UGM Irfan D Prijambada, pihaknya akan berpartisipasi membantu petani dalam PHT melalui program kuliah kerja nyata (KKN). Rata-rata setiap tahun, sekitar 7.000 mahasiswa disebar untuk mengikuti KKN.

Kepala Subdirektorat Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman-Cerelia, Kementerian Pertanian, Deddy Ruswansyah menambahkan, PHT bukan hanya teknologi, tetapi yang utama adalah mengubah perilaku petani. Oleh karena itu, upaya tersebut memang membutuhkan dukungan banyak pihak, tidak bisa ditimpakan semuanya kepada pemerintah.

Selama ini, pemerintah juga memberikan bantuan PHT kepada para petani senilai Rp 17 juta untuk setiap kelompok tani. Tahun lalu, jumlah kelompok tani yang mendapat bantuan sebanyak 510 kelompok, sementara tahun ini 700 kelompok.

Di tengah sistem pertanian modern yang boros pestisida dan pupuk kimia, para petani di Desa Pliken melawan arus. Kebutuhan bahan kimia beracun ditekan, diganti deretan bunga-bunga refugia yang merekah indah. []

Kompas. 2 April 2016
Foto: Bunga kenikir, salah satu musuh alami hama. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia