UUD 1945 Bersifat Sementara

Pertanyaan:

Perubahan UUD 1945 merupakan bagian dari tuntutan reformasi. Berbagai kalangan berpendapat, bahwa terjadinya krisis di Indonesia saat itu bermuara pada ketidakjelasan konsep yang dibagun oleh UUD 1945. Sejak saat itu, berbagai kalangan menyiapkan bahan kajian untuk perubahan UUD 1945, dan mendesak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk secepatnya melakukan perubahan tersebut.
Apakah UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut bersifat sementara?

Jawaban:

Terlepas dari lembaga apa pun namanya yang merubah UUD 1945 sebelum perubahan, harus disadari tentang UUD 1945 tersebut masih bersifat sementara. Selain penelusuran di atas, dapat juga ditelusuri sejarah terbentuknya UUD 1945 sebelum perubahan. Bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tidak membubarkan diri; bahkan menganggap dirinya sebagai wakil rakyat Indonesia. Terjadilan perubahan tugas, yakni semula dimaksudkan untuk melaksanakan pemindahan kekuasaan dari pemerintah Jepang kepada pemerintah Indonesia, tetapi kemudian menganggap dirinya berwenang menetapkan undang-undang dasar dengan menggunakan naskah yang dihasilkan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)

Berdasarkan “Risalah Sidang BPUPKI – PPKI, 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945” yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia, dapat dikutip pernyataan beberapa tokoh pembentuk UUD 1945, baik dalam sidang BPUPKI maupun PPKI, sebagai berikut.

Pertama, pada Rapat Besar tanggal 11 Juli 1945 (Lanjutan), dalam Sidang Kedua BPUPKI, anggota BPUPKI, Kolopaking menyatakan, bahwa “Seperti dalam pembicaraan saya kemarin, saya mengatakan, bahwa semua susunan pada waktu ini amat dipengaruhi oleh suasana peperangan, maka saya usulkan kepada Panitia yang didirikan, supaya Undang-Undang Dasar itu disusun demikian, sehingga gampang diubah dan disesuaikan dengan zaman yang akan datang …”.

Kedua, pada Rapat Besar tanggal 15 Juli 1945, dalam Sidang Kedua BPUPKI, anggota BPUPKI. Soekiman menyatakan, bahwa “Di muka kita dletakkanlah suatu rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia yang tidak lama lagi akan merdeka … Dalam keadaan yang demikian itu sudah barang tentu segala tindakan harus bersifat kilat”.

Ketiga, pada Rapat Besar tanggal 18 Agustus 1945 (Lanjutan), dalam Sidang Pertama PPKI, Ketua PPKI, Soekarno menyatakan, bahwa “Sidang saya buka lagi. Saya beri kesempatan untuk membuat pemandangan umum, yang singkat, cekak aos, hanya mengenai pokok-pokok saja dan Tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita buat sekarang ini, adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna”. “… Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang dasar kilat, bahwa barangkalai boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh Tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini.”

Keempat, pada Rapat Besar tanggal 18 Agustus 1945 (Lanjutan), dalam Sidang Pertama PPKI, anggota PPKI, Iwa Koesoema Soemantri menyatakan, bahwa “Salah satu perubahan yang akan saya tambahkan, yang saya usulkan, yaitu tentang perubahan Undang-Undang Dasar. Di sini belum ada artikel tentang perubahan Undang-Undang Dasar dan itu menurut pendapat saya masih perlu diadakan.”

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diketahui, bahwa undang-undang dasar yang diputuskan yaitu Undang-Undang Dasar sementara, Undang-Undang Dasar kilat – yang harus diubah dan disesuaikan dengan perkembangan zaman – sebab tidak diputuskan oleh lembaga yang anggotanya dipilih oleh rakyat. Seperti ditambahkan dalam ketentuan ayat (2) Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar (sebelum perubahan) menjelaskan, bahwa dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.

Meskipun dari aturan tambahan itu tidak eksplisit disebutkan, bahwa MPR harus mengganti dan mengamandemen Undang-Undang Dasar yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 karena menetapkan itu dapat juga menetapkan yang sudah ada, namun kita dapat menangkap semangatnya, terutama jika dikaitkan dengan pernyataan Soekarno yang dikutip di atas, bahwa sebuah penyempurnaan melalui perubahan sangat perlu dilakukan. Apalagi di dalam kenyataannya selama berlakunya UUD 1945, pemerintahan yang tampil adalah pemerintahan yang tidak demokratis, yang dalam mengakumulasikan kekuasaan mendasarkan diri secara resmi pada UUD 1945. ***

Sumber: Dian Surya. Minggu, 07 April 2013.
catatansurya09.blogspot.co.id