Meski UUD 1945 sudah mengalami empat tahapan amandemen, hasilnya tetap dinilai tidak sempurna. Tapi itu bukan alasan untuk kembali pada UUD 1945 yang lama.
Hal tersebut ditegaskan oleh advokat senior, Adnan Buyung Nasution, menanggapi adanya dorongan dari sebagian warga Indonesia yang menghendaki Indonesia kembali pada naskah asli UUD 1945. Buyung mengatakan, kita semua harus mengakui bahwa UUD 1945 memang masih belum sempurna meski sudah diamandemen sebanyak empat tahap beberapa waktu lalu.
“Secara konseptual dan redaksional, hasil amandemen tersebut masih tumpang tindih dan kontradiktif antara satu pasal dengan lainnya,” ujar Buyung pekan lalu.
Buyung mencatat sedikitnya ada tiga kelemahan yang terkandung dalam UUD 1945 hasil amandemen. Pertama, berkaitan dengan masalah konseptual, MPR saat melakukan amandemen tidak memiliki pegangan konsep ketatanegaraan yang jelas tentang arah yang hendak dicapai.
Kedua, MPR saat itu tidak mempunyai konsep jelas dalam memahami dan kemudian merumuskan pasal-pasal tentang HAM. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 28 sampai 28i, yang hasilnya masih tumpang tindih satu sama lain.
Ketiga, menyangkut masalah teknis yuridis. MPR masih terlihat lemah dalam kemampuan legal drafting-nya pada saat merumuskan dan menyusun pasal-pasal dalam amandemen itu. Hal ini terlihat dari segi sistematika yang rancu maupun dari bahasa hukum yang dipergunakan.
Meski demikian, menurutnya, kekurangan dalam amandemen tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk kembali pada rumusan UUD 1945 yang lama. “Amandemen UUD merupakan amanat reformasi yang harus terus berjalan,” ujar Buyung.
Tetap dilakukan
Para founding fathers Indonesia sendiri, lanjut Buyung, menyadari bahwa UUD 1945 bersifat sementara. Buyung kemudian mengutip istilah yang dilontarkan presiden pertama Soekarno, yang mengatakan bahwa UUD 1945 adalah undang-undang dasar kilat. Dekrit presiden sendiri, kata Buyung, bukan disebabkan karena proses penyusunan UUD baru oleh konstituante gagal, namun lebih kepada kepentingan politik dari militer dan Soekarno.
Buyung sendiri menyarankan agar proses amandemen terus dilakukan, terutama pada pasal-pasal yang masih belum sempurna dan saling tumpang tindih. Untuk keperluan tersebut, dia menyarankan agar dibentuk Komisi Konstitusi untuk merancang draf konstitusi yang komprehensif.
Suara senada juga dilontarkan oleh anggota DPR Slamet Effendi Yusuf. Ia mengatakan para penentang amandemen beralasan bahwa UUD 1945 tidak buruk, melainkan pelaksanaannya yang buruk sehingga terjadi penyelewengan-penyelewengan seperti sekarang.
Namun Slamet melihat, rumusan UUD 1945 memang jelek karena secara implisit mengizinkan terjadinya diktator oleh pimpinan pemerintahan. Karena itu setiap ajakan untuk kembali pada naskah UUD 1945 yang lama harus ditolak.
Sumber: hukumonline.com. Senin, 22 Agustus 2005.
Foto: Adnan Buyung Nasution dari viva.co.id.