BUMN Butuh Sosok Pemimpin Pemberani agar Tak Jadi Sapi Perah

Pemimpin Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus sosok yang memiliki visi membangun bangsa dan berani bertindak. Tak hanya itu, dia juga mesti seorang pekerja keras, jujur, dan tidak hanya mementingkan pencitraan. Kriteria ini penting agar BUMN menjadi perusahaan maju.

"Sosok pemimpin yang berani ini penting, apapun konsekuensinya. Seorang pemimpin BUMN tidak bisa kebijakan yang diambilnya menyenangkan semua orang," ujar Komisaris PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Defy Indiyanto dalam Dialog Publik bertema Masa Depan BUMN Periode Kedua Pemerintahan Jokowi di Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Defy menuturkan, dalam mengelola BUMN, pemimpin berani hanya salah satu faktor. Lainnya yakni anggaran harus dikelola sesuai arah misi BUMN dan produksif sehingga berdaya guna. Di sisi lain, harus tersedia dana corporate social responsibility (CSR) untuk seluruh lapisan masyarakat.

BUMN juga harus dikelola dengan menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara objektif dan profesional. "Tiga hal itu harus dilakukan untuk pengelolaan BUMN ke depan," katanya.

Menurutnya, selama era kepemimpinan Jokowi lima tahun terakhir, kondisi BUMN sudah jauh lebih baik. Sejumlah BUMN yang semula masuk kategori "pelat merah" atau merugi, kini tidak lagi merugi.

"Sekarang tinggal 8 atau 6 BUMN yang bermasalah, dan itu memang tidak bisa dilakukan dalam lima tahun saja. Itu semua berkat tangan dingin Bu Rini Soemarno dengan Presiden Jokowi yang sudah mengubah BUMN lebih baik," katanya.

Mengenai adanya anggapan sejumlah pihak bahwa BUMN kerap dijadikan sebagai "sapi perah" serta banyaknya pejabat titipan dari partai politik, Defy yang merupakan komisaris termuda BUMN ini mengatakan bahwa tidak semua orang dari parpol itu bukan profesional.

Sebaliknya, banyak orang parpol yang profesional. Sebagaimana disampaikan Jokowi, parpol bisa profesional pada saat dia bisa menempatkan diri pada posisinya.

"Jangan sampai BUMN jadi sapi perah, itu makanya harus dicegah sama-sama. Itu memang hanya oknum-oknum dan kita harus berani melawan bahwa BUMN itu perusahaan milik negara maka harus kita selamatkan," katanya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Indef Bhima Yudhistira mengatakan, penyusunan kabinet ke depan Jokowi mengalami banyak tantangan. Dia mencontohkan saat ini yang berharap duduk di kabinet tidak hanya dari parpol koalisi, tapi juga dari oposisi.

Bhima menekankan agar dalam kabinet mendatang, untuk pos-pos kementerian di bidang ekonomi dan pos-pos strategis lainnya, Jokowi harus berani menempatkan menteri dari kalangan profesional.

"Kalau untuk menteri-menteri nonekonomi silakah kasih ke parpol, tapi khusus menteri ekonomi dan BUMN, harus datang dari profesional. Datang dari birokrat yang memahami masalah ekonomi. Jangan terlalu banyak dari parpol nanti jadi "sapi perah", rusak BUMN," katanya.

Abdul Rochim. Kamis, 01 Agustus 2019
inews.id