KH Amilin Abdul Jabbar, Pencetus Lambang Garuda Pancasila?

KH Amilin atau yang bergelar Mama Abdul Jabbar atau Mama Iming, lahir tahun 1896 di Kampung Cimencek Desa Cintarakyat Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Amilin adalah putra ketiga dari lima bersaudara, dari pasangan H. Sarbini dan Hj. Imoh. Mama Amilin wafat pada usia 66 tahun di kediamannya, Jl Ancol Timur 3 No 20 Kota Bandung tanggal 22 September 1962, meninggalkan 10 istri dan 23 anak.

Atas wasiatnya ia dimakamkan di Kp. Bojong Asih Gg. Budi Asih, Desa/Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Makamnya berada di samping Lapangan Sepak Bola Markas Yon Zipur Armed Dayeuhkolot Kabupaten Bandung.

Di pemakamannya berdiri Mushola Baitul Jabar. Salah satu warisan dari Mama Amilin yakni ajaran Al Hikmah, sebuah ilmu jaga diri, yang terus berkembang hingga kini.

Shohibul hikayat Haji Amilin atau para penghayat Abdul Jabbar dan para muridnya (pala putra) di Bandung dan Garut menjulukinya Mama Amilin atau Mama Iming atau juga Mama Abdul Jabbar.

Dikisahkan Dayat Asmara Hadi, juru kunci makam KH Amilin, Mama Iming adalah salah satu pemrakarsa lahirnya lambang Negara Republik Indonesia, Garuda Pancasila. Ia juga salah seorang guru spiritual Presiden Ir. Soekarno sejak Bung Karno masih mahasiswa di Hogare Burgerlijke School (HBS) atau sekarang dikenal Institut Teknologi Bandung (ITB).

Meski sejarah mencatat, bahwa Sultan Hamid II lah yang menggambar lambang Garuda Pancasila, karena itu masih perlu penelitian lebih mendalam terkait inspirator lambang Garuda Pancasila ini.

Tahun 1920-an, Bung Karno menempuh pendidikan di HBS Bandung atau ITB. Di masa kuliah, Bung Karno nge-kos di kediaman Haji Sanusi, tokoh Sarekat Islam. Kosannya itu dekat dengan kediaman Mama Amilin, di Jalan Lengkong Besar, dekat Alun-alun Bandung.

Bung Karno suka ikut ngaji di rumah KH Amilin. Hingga dalam perjuangannya memerdekakan Indonesia, Bung Karno kerap meminta wejangan kepada para alim ulama, salah satunya Mama Amilin Abdul Jabbar, termasuk tentang lambang negara dan butir-butir Pancasila.

Lahirnya Garuda Pancasila, tidak lepas dari perjuangan para tokoh nasionalis dari PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), seperti Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, Sultan Syahrir, Douwes Dekker, Abdul Gani, Muhammad Yamin, Mochamad Toha.

Sementara dari para tokoh agama atau ulama, turut andil Mama Amilin Abdul Jabbar, Eyang Santri Kalammullah (Jati Kusuma), KH. Surya Poerwanegara, Wali Cipta Gati Arjakusuma (Eyang Kencana Gading), dan Mualim Adang.

***

Konon suatu ketika di Gunung Guntur Garut, saat putra pertama Bung Karno yaitu Guntur Soekarno Putra baru berumur 10 tahun , Bung Karno meminta wejangan dari para tokoh spiritual atau alim ulama.

Setelah mendapat wejangan itu, lalu Bung Karno pergi ke Gunung Salak, Bogor, yaitu di Taman Sari di dekat sebuah Pohon Waru untuk berkhalwat, berkontemplasi, bermunajat kepada Allah SWT.

Pada khalwat hari pertama; Bung Karno memohon bermunajat kepada Allah SWT, apakah kiranya yang akan dipakai sebagai lambang Negara Republik Indonesia ini? Pada hari itu tiba-tiba muncul seekor Burung Elang Bondol hinggap di Pohon Waru.

Bung Karno berpikir, mungkinkah ini yang akan dijadikan Lambang Negara? Namun akhirnya Bung Karno meneruskan kembali khalwatnya memohon petunjuk dari Allah SWT.

Khalwat hari kedua; hinggaplah seekor Burung Elang Laut di Pohon Waru, yang besarnya melebihi Burung Elang Bondol. Saat Bung Karno melihat burung itu, ia berpikiran mungkinkah ini? Tapi Bung Karno akhirnya berpikiran mungkin bukan ini petunjuk dari Allah sebagai lambang negara Indonesia, sehingga Bung Karno akhirnya melanjutkan lagi khalwatnya.

Khalwat hari ketiga; tiba-tiba Bung Karno melihat dari atas langit turun seekor Burung Elang yang dari jauh kelihatan kecil lama kelamaan menjadi besar dan hinggap di Pohon Waru. Burung Elang itu punya bentangan sayap sekisar 1,5 – 1,8 meter yang berwarna emas. Selanjutnya Burung Elang itu disebut juga Burung Rajawali yang merupakan burung khas Indonesia khususnya Jawa Barat.

Setelah melihat Burung Rajawali (Elang) yang sedemikian besar itu, lalu Bung Karno meminta petunjuk kepada Allah SWT. Jika Burung Rajawali ini benar sebagai Lambang Negara Republik Indonesia, Bung Karno mohon diberikan petunjuk dan tandanya.

Tiba-tiba Burung Rajawali itu mengepakkan sayapnya sebanyak tiga kali, sambil mengangguk dan lalu berdiri sambil menunjukkan dadanya. Selanjutnya Bung Karno pada saat itu berkeyakinan bahwa Burung Rajawali itu sebagai Lambang Negara Republik Indonesia.

Usai berkhalwat, lantas Bung Karno meminta nasihat dan wejangan dari para tokoh ulama, antara lain Mama Amilin Abdul Jabbar berpendapat; Burung Elang atau Rajawali diganti namanya menjadi Burung Garuda. Eyang Santri Kalamullah berpendapat; burung itu adalah Burung Garuda dengan bahasa alam untuk akhirat dan agama.

Dari hasil konsultasi pada beberapa tokoh, salah satunya KH Amilin itu, maka Bung Karno bersepakat bahwa Lambang Negara Republik Indonesia adalah Burung Garuda. (*)

timesindonesia.co.id
01 Juni 2020