Konstituante vis a vis Komisi Konstitusi

Pengantar

Dengan terbitnya TAP MPR RI No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi, penulis teringat akan kejadian sekitar 40 tahun yang lalu tentang tragedi Dewan Konstituante yang berakhir dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959. Nampaknya kita perlu menengok sejarah masa lalu, agar hal yang tidak mengenakkan dan menyenangkan jangan terulang menimpa bangsa yang tercinta ini. Dalam merealisasikan Komisi Konstitusi ini perlu diselenggarakan dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan, agar peran dan fungsi yang dilimpahkan oleh MPR RI kepada badan yang diberi nama Komisi Konstitusi ini dapat berlangsung dengan semestinya.

Kita semua menyadari bahwa kewenangan Dewan Konstituante dan Komisi Konstitusi jauh berbeda, namun kedua badan ini sama-sama menggarap permasalahan yang sangat mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia, yakni merumuskan Undang-Undang Dasar bagi negaranya. Kita perlu untuk mendampingkannya sehingga dapat menempatkan Komisi Konstitusi secara proporsional dalam menjalankan tugasnya. Berikut digambarkan kedudukan, susunan, dan kewenangan Dewan Konstituante untuk dijadikan rujukan dan pertimbangan dalam rangka menyiapkan Komisi Konstitusi.

Dewan Konstituante

Kelahiran Dewan Konstituante dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tanggal 15 Agustus 1950 itu berpredikat sementara, hal ini tertera dalam konsiderans “Menimbang” dari Undang-undang dimaksud. Oleh karena itu perlu adanya suatu Badan yang menggarap dan menyusun Undang-Undang Dasar yang tetap.

Dalam Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia tertera pasal-pasal yang berkaitan dengan badan yang disebut Konstituante itu; berikut dikutip pasal-pasal yang berkaitan dengan kedudukan, susunan, keanggotaan, dan kewenangan badan tersebut.

BAB V. KONSTITUANTE

134. Konstituante (Sidang Pembuat Undang-undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-undang Dasar Sementara ini.

135. (1) Konstituante terdiri dari sejumlah Anggauta yang besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 150.000 jiwa penduduk warga negara Indonesia mempunyai seorang wakil.

(2) Anggauta-anggauta Konstituante dipilih oleh warga negara Indonesia dengan dasar umum dan dengan cara bebas dan rahasia menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

(3) Golongan-golongan kecil Tionghoa, Eropah dan Arab akan mempunyai wakil dalam Konstituante dengan berturut-turut sekurang-kurangnya 18, 12 dan 6 Anggauta.

136a. (1) Yang boleh menjadi Anggauta Konstituante ialah warga negara yang telah berusia 25 tahun dan bukan orang yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih ataupun orang yang haknya untuk dipilih telah dicabut.

136b.(1) Keanggautaan Konstituante tidak dapat dirangkap dengan jabatan Presiden, Wakil Presiden, Jaksa Agung, Ketua, Wakil Ketua atau Anggauta Mahkamah Agung, Ketua, Wakil Ketua atau Anggauta Dewan Pengawas Keuangan, Presiden Bank Sirkulasi dan jabatan-jabatan lain yang ditentukan dengan undang-undang.

(2) Seorang Anggauta Konstituante yang merangkap menjadi Menteri tidak boleh mempergunakan hak atau melakukan kewajibannya sebagai Anggauta badan tersebut selama ia memangku jabatan Menteri.

(3) Anggauta Angkatan Perang dalam dinas aktif yang menerima keanggautaan Konstituante, dengan sendirinya menjadi non aktif selama keanggautaan itu. Setelah berhenti menjadi Anggauta, ia kembali dalam dinas aktif lagi.

136c. (1) Konstituante memilih dari antaranya seorang Ketua dan seorang atau beberapa orang Wakil Ketua. Pemilihan-pemilihan ini membutuhkan pengesahan Presiden.

(2) Selama pemilihan Ketua dan Wakil Ketua belum disahkan oleh Presiden, rapat diketuai untuk sementara oleh Anggauta yang tertua umurnya.

136d. Anggauta-anggauta Konstituante sebelum memangku jabatannya mengangkat sumpah (menyatakan keterangan) dihadapan Presiden atau Ketua Konstituante yang dikuasakan untuk itu oleh Presiden, menurut agamanya sebagai berikut:

“Saya bersumpah (menerangkan) bahwa saya, untuk dipilih (diangkat) menjadi Anggauta Konstituante, langsung atau tak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tiada memberikan atau menjajikan ataupun akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga.

Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima, langsung ataupun tak langsung, dari siapapun juga sesuatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya senantiasa akan membantu memelihara Undang-undang Dasar dan segala peraturan yang lain yang berlaku bagi Republik Indonesia, bahwa saya akan berusaha dengan sekuat tenaga memajukan kesejahteraan Republik Indonesia dan bahwa saya akan setia kepada Nusa dan Bangsa.”

136e. Dalam rapat Konstituante Ketua memberi kesempatan berbicara kepada Menteri-menteri, apabila dan tiap-tiap kali mereka mengingininya.

136f. Anggauta-anggauta Konstituante setiap waktu boleh meletakkan jabatannya. Mereka memberitahukan hal itu dengan surat kepada Ketua.

136g. Konstituante mengadakan rapat-rapatnya di Jakarta kecuali jika dalam hal-hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang lain.

136h. Ketua dan Anggauta-anggauta Konstituante begitu pula Menteri-menteri tidak dapat dituntut dimuka pengadilan karena yang dikatakannya dalam rapat atau yang dikemukakannya dengan surat kepada majelis itu, kecuali jika mereka dengan itu mengumumkan apa yang dikatakan atau yang dikemukakan dalam rapat tertutup dengan syarat supaya dirahasiakan.

136i. Gaji Ketua Konstituante, tunjungan-tunjangan yang akan diberikan kepada Anggauta-anggauta dan mungkin juga kepada Ketua, begitu pula biaya perjalanan dan penginapan yang harus didapatnya, diatur dengan undang-undang.

136j. (1) Sekalian orang yang menghadiri rapat Konstituante yang tertutup, wajib merahasiakan yang dibicarakan dalam rapat itu, kecuali jika majelis ini memutuskan lain, ataupun jika kewajiban merahasiakan itu dihapuskan.

(2) Hal itu berlaku juga terhadap Anggauta-anggauta, Menteri-menteri dan pegawai-pegawai yang mendapat tahu dengan cara bagaimanapun tentang yang dibicarakan itu.

136k. (1) Apabila pada waktu mengambil keputusan, suara-suara sama berat, dalam hal rapat itu lengkap anggautanya, usul itu dianggap ditolak, atau dalam hal lain, mengambil keputusan ditangguhkan sampai rapat yang berikut.

Apabila suara-suara sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.

(2) Pemungutan suara tentang orang dilakukan dengan rahasia dan tertulis. Apabila suara-suara sama berat, maka keputusan diambil dengan undian.

136l. Konstituante selekas mungkin menetapkan peraturan ketertibannya.

137. (1) Konstituante tidak dapat bermufakat atau mengambil keputusan tentang rancangan Undang-undang Dasar baru jika pada rapatnya tidak hadlir sekurang-kurangnya dua-pertiga dari jumlah anggauta sidang.

(2) Undang-undang Dasar baru berlaku, jika rancangannya telah diterima dengan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah suara Anggauta yang hadlir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah.

(3) Apabila Konstituante sudah menerima rancangan Undang-undang Dasar, maka dikirimkannya rancangan itu kepada Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah.

138. (1) Apabila pada waktu Konstituante terbentuk belum diadakan pemilihan Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakyat menurut aturan-aturan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 57, maka Konstituante merangkap menjadi Dewan Perwakilan Rakyat yang tersusun menurut aturan-aturan yang dimaksud dalam pasal tersebut.

(2) Pekerjaan sehari-hari Dewan Perwakilan Rakyat yang karena ketentuan dalam ayat (1) pasal ini menjadi tugas Konstituante, dilakukan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih oleh Konstituante diantara Anggauta-anggautanya dan yang bertanggung jawab kepada Konstituante.

139. (1) Badan Pekerja terdiri dari Ketua Konstituante sebagai Anggauta merangkap Ketua dan sejumlah Anggauta yang besarnya ditetapkan berdasar atas perhitungan setiap 10 Anggauta Konstituante mempunyai seorang wakil.

(2) Pemilihan Anggauta-anggauta Badan Pekerja yang bukan Ketua dilakukan menurut aturan-aturan yang ditentukan dengan undang-undang.

(3) Badan Pekerja memilih dari antaranya seorang atau beberapa orang Wakil Ketua. Aturan dalam pasal 136c berlaku untuk pemilihan ini.

(4) Anggauta-anggauta Badan Pekerja sebelum memangku jabatannya, mengangkat sumpah (menyatakan keterangan) dihadapan Ketua Konstituante menurut cara agamanya yang bunyinya sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 136d. *)

*) Catatan : Naskah diambil dari Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, disusun menurut sistem Engelbrecht. Penomoran pasal dan ayat mengalami penyesuaian demi kepraktisan.

Dewan Konstituante merupakan Lembaga yang sengaja diadakan untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang memiliki wewenang penuh dalam merancang Undang-Undang Dasar. Ketentuan mengenai susunan, keanggotaan berikut syarat-syaratnya, tugas dan wewenang diatur dalam Undang-Undang Dasar yang berlaku pada waktu itu, yakni Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Bahkan bila dalam keadaan tertentu Konstituante dapat bertindak atas nama Dewan Perwakilan Rakyat, karena anggota Dewan Konstituante dipilih langsung oleh rakyat seperti halnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah melalui persiapan yang cukup lama maka pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante dengan jumlah 542 orang. Pelantikan anggota Dewan Konstituante ini diselenggarakan pada tanggal 10 Nopember 1956. Dari 542 anggota. Dewan ini sekitar 80 persen diwakili oleh Partai Masyumi, Partai Nasional Indonesia, Partai NU, dan Partai Komunis Indonesia. Sedang sisanya adalah partai kecil dan Anggauta yang tidak berpartai.

Setelah mengadakan sidang-sidangnya sekitar dua tahun Dewan Konstituante macet karena tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah yang mendasar seperti menetapkan dasar negara dan sebagainya. Akhirnya terjadilah Dekrit Presiden RI kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.

Komisi Konstitusi

Komisi Konstitusi diadakan dengan alasan bahwa rumusan amandemen I, II, III, dan IV yang dihasilkan Majelis Permusyawaratan Rakyat masih perlu dikaji secara konprehensif dan transparan. Hal ini dapat kita cermati dari rumusan konsiderans huruf c dan d TAP MPR RI No I/MPR/2002 sebagai berikut:

c. bahwa perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar tersebut sudah cukup untuk mengatur pelaksanaan kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara, tetapi masih diperlukan pengkajian secara komprehensif dan transparan dengan melibatkan masyarakat luas;

d. bahwa berdasar pertimbangan di atas, dipandang perlu membentuk suatu komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berbeda dengan saat berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara bahwa kewenangan merancang Undang-Undang Dasar terletak di suatu badan yang disebut Konstituante, dengan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 sejak 5 Juli 1959 kewenangan mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar ada pada Majelis Permusyawaratan Rakyat ( UUD 1945 pasal 3 dan pasal 3 perubahan). Dengan demikian maka kedudukan Komisi Konstitusi adalah sekedar suatu komisi dalam MPR yang mendapat tugas untuk mengkaji perubahan UUD 1945 secara komprehensif. Dengan kata lain bahwa hasil kajian itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab MPR.

Untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai tugas dan kewenangan Komisi Konstitusi ada baiknya kami kutip pasal-pasal TAP MPR dimaksud secara lengkap sebagai berikut:

Pasal 1

Membentuk suatu komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2

Menugasi Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk merumuskan susunan, kedudukan, kewenangan, dan keanggotaan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

Pasal 3

Hasil penugasan Badan Pekerja Majelis Permusya- waratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sudah harus dilaporkan paling lambat pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 2003 untuk diputuskan.

Pasal 4

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 11 Agustus 2002.

Dari diktum ketetapan tersebut nampak bahwa susunan, keanggotaan, kewenangan Komisi Konstitusi diserahkan pembentukannya kepada Badan Pekerja MPR. Berbeda dengan Konstituante komposisi anggota telah ditentukan dalam pasal-pasal UUD., sampai sampai masalah minoritas anggota, masalah persidangan dan penghargaan pada Anggota Konstituante telah dicantumkan secara khusus dalam pasal-pasal UUD. Nampak dengan jelas bahwa kewenangan Dewan Konstituante sangat berbeda dengan Komisi Konstitusi, sehingga dalam menyusun dan membentuk Komisi ini perlu diperhatikan masalah ini.

Persoalan yang timbul seberapa besar makna dan arti hasil pekerjaan Komisi Konstitusi yang akan dibentuk itu. Apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat akan memberikan kepercayaan penuh kepada komisi dalam mengkaji perubahan-perubahan UUD 1945 yang telah disahkan dalam Sidang Tahunan MPR? Bagaimana kalau terjadi hasil kajian itu jauh berbeda dengan rumusan perubahan UUD 1945? Apakah batas-batas pengertian komprehensif dalam mengadakan pengkajian. Permasalahan ini pula yang perlu diatur dalam Komisi Konstitusi tersebut. Semoga Badan Pekerja MPR dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga harapan rakyat dapat terpenuhi.

Jakarta, 12 September 2002
Team LPPKB
Sumber: situs LPPKB