UUD 1945 & Perubahannya

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sebelum terjadinya perubahan atau amandemen atas UUD 1945, maka yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas 3 ( tiga ) bagian, yaitu :

  • Bagian Pembukaan, terdiri dari 4 alinea.
  • Bagian Batang Tubuh, terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan.
  • Bagian Penjelasan, yang meliputi Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal.

Pada waktu UUD 1945 disahkan oleh PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 baru meliputi Pembukaan dan Batang Tubuh saja, sedangkan Penjelasan belum termasuk di dalamnya. Namun setelah naskah resminya dimuat dan di siarhkan dalam berita Republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946. Penjelasan dimaksud telah menjadi bagian daripadanya, sehingga pengertian daripada UUD1954 seperti yang dinyatakan diatas meliputi Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya.

Adapun yang dimaksud dengan UNdang-UNdang Dasar menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis. Maka sebagai hukum, Udang-Undang dasar itu mengikat, baik bagi pemeritah, setiap lembaga negara dan lembaga mesyarakat, serta mengikat bagi setiap warga Negara Indonesia dimana pun ia berada, maupun bagi setiap penduduk yang ada di wilayah Negara Republuk Indonesia.dan sebagian hukum, UUD itu berisikan norma-norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.

B. Permasalahan

  • Pengertian kedudukan fungsi dan sifat
  • Bagaimana pembukaan UUD 1945
  • Mengapa batang tubuh UUD 1945
  • Bagaimana gerak pelaksanaan UUD 1945

C. Tujuan

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Pancasila dan UUD 1945 dan perubahannya.

D. Manfaat

Supaya menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dan pikiran pendidikan Pancasila dan melahirkan berbagai perubahan yang cukup mendasar di dalam negara pada UUD 1945.

Bab II UUD 1945 dan Perubahannya

A. Pengertian

Undang–Undang Dasar menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis.

Undang-Undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, dan sebagai hukum dasar, maka Undang-Undang Dasar itu sendiri merupakan sumber hukum.

Sebagai hukum dasar tertulis, Undang-Undang Dasar dalam kerangka tata aturan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku menempati kedudukan yang tinggi, yang mempunyai fungsi sebagai alat pengontrol bagi norma hukum yang kedudukannya lebih rendah, apakah telah sesuai atau tidak dehgan ketentuan Undang-Undang Dasar.

Selain daripada Undang-Undang Dasar sebagai hukum Dasar tertulis, masih ada hukum lainnya yang tidak tertulis yaitu yang dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penye­lenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”, yang dikenal dengan sebutan konvensi.

Apabila kita perhatikan isi daripada UUD 1945 bersifat singkat, yakni hanya berisikan sebanyak 37 Pasal, ditambah dengan 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Tambahan. Hal ini akan sangat berbeda apabila dibandingkan dengan UUD negara lain seperti misalnya UUD Philipina, demikian pula bila dibandingkan dengan Konstitusi RIS (1946) dan UUDS (1950). Selain bersifat singkat, UUD 1945 jugs bersifat supel. Sifat singkat dan supel dari UUD 1945 ini dinyatakan dalam Penjelasan, yang memuat alasan-alasan sebagai berikut:

  1. UUD sudah cukup apabila memuat aturan-aturan pokok saja, yaitu hanya memuat garis-garis besar sebagai instruk­si kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Sedangkan aturan-aturan yang me­nyelenggarakan aturan-aturan pokok tersebut diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya mem­hat, mengubah, dan mencabut.
  2. Masyarakat dan negara Indonesia masih harus berkembang dan hidup secara dinamis, karena itu harus melihat segala gerak-gerik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia, tidak perlu tergesa-gesa dalam memberikan kristalisasi, dan bentuk ( Gestaltung ) kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.
  3. Sifat dari aturan yang tertulis itu mengikat, karena itu makin supel (elastis) sifat aturan itu akan makin baik, dan harus dijaga agar system UUD jangan sampai ketinggalan zaman.

Selain daripada penjelasan UUD 1945 juga menakankan pentingnya semangat dari para penyelenggara Negara dan pemimipin pemerintahan, karena meskipun di buat UUD yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan namun apabila semangat para penyelenggara dan pimpinananya bersifat perorangan, UUD tadi tentu tidak akan ada artinya dalam praktik. sebaliknya meskipun UUD itu tidak sempurna , apabila semangat para penyelenggara pemerintah baik, UUD itu tentu akan merintangi jalannya Negara.

Kini dengan telah dilaksanakannya perubahan atas Batang Tubuh UUD 1945 sampai perubahan yang keempat, maka keadaan UUD 1945 boleh dikatakan sudah jauh berbeda dari keadaannya yang sesungguhnya. Hal-hal yang mendasar antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Batang Tubuh UUD 1945 yang meskipun pada dasarnya formatnya masih tetap,

Yakni terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan namun sesungguhnya isinya telah banyak mengalami perubahan, sehingga bila dicermati telah berubah menjadi 20 Ba, 73 Pasal, 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

2. Penjelasan UUD 1945 telah di tiadakan (diadakan pencabutan secara diam-diam/implicit ), yakni ternyata dari ketentuan Pasal II Aturan Tambahan yang menyebutkan bahwa: “ dengan ditetapkan perubahan UUD ini, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.

3. Berkurangnya kekuasaan, wewenang, dan perubahannya kedudukan lembaga tertinggi Negara (majelis Permusyawaratan Rakyat), yakni kekuasaannya tidak lagi tak terbatas, tidak lagi menetapkan GBHN.

Tentang perubahan UUD itu sendiri sebelumnya muncul berbagai pendapat yang saling berlawanan, yang menurut hemat penulis dapat dibagi kedalam 3 pendapat atau pandangan dengan konsepnya yang berbeda:

Pendapat I : berpandangan bahwa UUD 1945 sama sekali tidak boleh diubah. Pendapat ini memandang UUD 1945 itu terkait dengan keberadaan negara yang didirikan atas landasan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan sebagai hasil jerih payah perjuangan para pendiri negara (faunding fathers), sedangkan para pendiri negara itu sendiri kini sudah tiada. OIeh karena itu tidak boleh diubah oleh siapapun, karena mengubah UUD 1945 dianggap sama halnya dengan menghilangkan eksistensi negara yang didirikan atas landasan proklamasi tersebut.

Dapat dimasukkan kedalam pandangan ini adalah: rezim Orde Lama dan Orde Baru, dengan catatan bahwa dalam masa rezim Orde Lama dibawah pimpinan Presiden Soekamo, pada awalnya memandang UUD 1945 bersifat sementara dan akan disusun UUD yang baru; namun dari pengalaman perjalan sejarah ketatanegaraan Indonesia dengan terjadinya penggantian UUD 1945 menjadi Konstitusi RIS (1949) dan kemudian menjadi UUDS (1950) kehidupan ketatanegaraan dipandang tidak menjadi lebih baik, sehingga lahir Dekrit Presiden 5 Juli 1945 yang menyatakan kembali kepada UUD 1945; sedangkan pada masa rezim Orde Baru dibawah pimpinan Presiden Soeharto, UUD 1945 yang bersifat singkat dan supel/elastis ini dipandang menguntungkan dan dapat melanggengkan kekuasaannya, se­hingga upaya-upaya untuk mengubah UUD 1945 ditutup rapat­ rapat, antara lain melalui upaya lahirnya ketetapan Majelis Per­musyawaratan Rakyat tentang “Referendum” yang sangat mem­persulit terjadinya perubahan atas UUD 1945. pandangan yang dianut oleh rezim Orde Lama maupun Orde Baru yang bersifat menabukan terjadinya perubahan UUD 1945 ini, sama artinya dengan memandang UUD 1945 itu bersifat sacral/suci.

Pendapat II : berpandangan bahwa UUD 1945 boleh diubah, kecuali terhadap Pembukaan UUD 1945. Dapat dimasuk­kan kedalam pandangan ini adalah: rezim Orde Reformasi;

Pandangan ini sudah lebih maju dibandingkan dengan kedua orde sebelumnya ( pandangan/pendapat 1), sebagai buah dari adanya reformasi di bidang hukum ketatanegaraan.

Pendapat III : Berpandangan bahwa UUD 1945 boleh diubah secara total.

B. Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD yang terdiri dari 4 alinea itu menjadi sumber motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan ciri moral yang ingin ditegakkan, balk dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungannya dengan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.

Tiap-tiap alinea dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, serta mengandung nilai-nilai universal dan lestari. Dikatakan mengandung nilai universal, karena mengandung nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradap diseluruh muka bumi, sedangkan dikatakan nilai Iestari, karena mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap di landasan perjuangan bangsa dan negara, selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

1. Makna Tiap-tiap Alinea Pembukaan

a. Alinea Pertama Berbunyi:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala hangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas du­nia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri­kemanusiaan dan perikeadilan”.

Hal ini menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan me­lawan penjajah. Dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka tetapi juga akan tetap herdin th barisan paling depan untuk menentang dan meng­hapus penjajahan di atas dunia.

‘Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, sehingga harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia dapat menjalankan hak kemerde­kannya yang merupakan hak asasinya. Di sinilah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia.

Selain daripada itu alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan.

b. Alinea Kedua Berbunyi:

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Hal ini menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama Itu. Ini juga berarti adanya kesadaran bahwa keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang akan kita ambil sekarang akan menentukan keadaan di masa yang akan datang.

”Alinea ini menunjukkan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian, yaitu:

  1. Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan;
  2. Bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan;
  3. Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka.

c. Alinea Ketiga Berbunyi:

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan Iuhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menya­takan dengan ini kemerdekaannya”.

Hal ini bukan saja menegaskan kembali apa yang menjadi motivasi riil dan materiiI bangsa Indonesia untuk me­nyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan/ kepercayaannya, menjadi motivasi spiritualnya, bahwa mak­sud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diber­kati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang bakesinambungan, antara kehidupan materiil dan spirituil, antara kehidupan di dunia dan di akhirat.

Alinea ini memuat motivasi spirituil yang luhur sertau pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan. Dan alines Ini juga menunjukkan ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsa Indone­sia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.

d. Alinea Keempat Berbunyi:

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu peme­tintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencer­daskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kedamaian yang yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terben­tuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berclasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakvatan yang dipim­pin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarat­an/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan so­sial bagi seluruh rakyat Indonesia’

“Dengan rumusan yang panjang dan padat ini meiigmi­dung adanya penegasan:

1) Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuan, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian ;dan demi keadilan sosial.

2) Negara berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat.

3) Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan, perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pokok-pokok Pikiran Dalam Pembukaan UUD 1945

Tentang hal ini perhatikan rumusannya dalam Bab VII. Pembukaan UUD 1945 mengandung,7 pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Batang Tubuh UUD 1945, yaitu dalam bentuk pasal-pasalnya.

Pokok-poKok pikiran dimaksud terdiri atas 4 (empat) pokok ,pikiran, yaitu:

  • Pokok pikiran pertama :Persatuan
  • Pokok pikiran kedua :Keadilan sosial
  • Pokok pikiran ketiga :Kerakyatan
  • Pokok pikiran keempat :Ketuhanan Yang Maha Esa dan Ke­manusiaan yang adil dan beradab.

3. Hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945

Antara Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 kedua­nya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, yakni sebagai rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Hal ini dikarenakan di dalam Pembukaan tersebut mengandung po­kok-pokok pikiran yang tidak lain daripada nilai-nilai dasar negara Pancasila yang diciptakan ke dalam Batang Tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasal-pasalnya. Dengan demikian terjadi pen­jabaran atas nilai dasar ke dalam menjadi norma. dasar.

C. BATANG TUBUH UUD 1945

“‘Batang Tubuh UUD 1945 yang sebelum diubah terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Tambahan yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang ter­kandung dalam Pembukaan UUD 1945, di dalamnya memuat ma­teri yang pads dasarnya dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu:

  1. Yang berisikan materi pengaturan tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan negara termasuk di dalamnya pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang dan saling berhubungan antara lembaga negara yang satu dengan yang lainnya.
  2. Yang berisikan materi mengenai hubungan negara dengan warga negara dan penduduknya, Serta konsepsi negara di ber­bagai bidang: politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain.

a. Tentang Bentuk Negara

Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, negara Indonesia ialah negara Kesatuan yang berbentuk Republik.

b. Tentang Sistem Pemerintahan

Sebelum UUD 1945 mengalami perubahan keempat, maka penjelasan UUD 1945 masih tetap berlaku, dan seperti yang dinyatakan dalam Penjelasan UUD 1945, dikenal adanya 7 bush kunci pokok sistem pemerintahan negara, yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat)

Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pcincrintah dan lembaga-lembaga negara yang lain, dalam me­laksanakan tindakan spa pun harus dilandasi oleh hukum atau hams dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum (recht) diharapkan sebagai lawan dari kekuasaan (macht).

Negara hukum Indonesia bukan sekedar sebagai negara dalam arti formil, juga bukan negara dalam arti “polisi lalu lintas” atau “penjaga malam” yang fungsinya menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran hukum dan menindak para pelanggar hukum saja, melainkan negara hukum dalam arti luas, yaitu juga dalam arti material.

Negara hukum yang dimaksud UUD 1945 ialah yang melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Dengan landasan dan semangat negara hukum dalam arti material, setiap tindakan negara harus senantiasa mempertimbangbangkan dua kepentingan maupun landasan, yaitu kegunannya (doelmatigheid) dan landasan hukumnya (rechtsmatigheid).

2. Sistem Konstitusional

“Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi ( hokum dasar ) tidak bersifat absolutism (kekuasaan kekuasaan yang tidak terbatas)”.

Sistem ini memberi ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hokum lain dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan hokum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti GBHN, UU dan sebagainya.

Dengan demikian sistem ini memperkuat berlakunya sistem negara hukum di atas.

Berlandaskan pada kedua sistem tersebut, diciptakanlah sistem mekanisme hubungan tugas antara lembaga-lembaga negara yang ada, yang dapat menjamin terlaksananya system itu sendiri maupun memperlancar pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional.

3. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis.

“Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan presiden (concen­ti-ation of power and responsibility upon the President) “.

Sistem ini logis, karena Presiden diangkat oleh Majelis. Selain diangkat, Presiden juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara maupun ketetapan-ketetapan lainnya oleh majelis. Karena itu sebagai Mandataris Majelis, Presiden

menjalankan pemerintahan yang dipercayakan kepadanya lici tanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan”.

4. Presiden Tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

“Disampingnya Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus dapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk undang-undang dan untuk menetapkan anggaran pendapatan belanja negara (staatsbegrooting). Oleh karena itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab Kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung daripada Dewan”.

Menurut sistem pemerintahan ini Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti pada sistem Parlemen, demikian pula tidak dapat juga tidak dapat menjatuhkan Presiden, karena Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

5. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Ne­gara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan, Rakyat.

“Presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri Negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari Dewan, akan tetapi tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden”.

Dalam statusnya yang demikian, maka tidak dapat dikata­kan bahwa menteri-menteri negara itu adalah pegawai tinggi biasa, oleh karena dengan petunjuk dan persetujuan Presiden, Menteri-menteri inilah yang pada kenyataannya menjalankan kekuasaan pemerintah di bidangnya masing-masing. lnilah yang disebut sistem Kabinet Presidensial.

6. Kekuasaan Kepala Negara, tidak tak terbatas.

“Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan diktator, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Di atas telah dite­gaskan, bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kecuali itu ia harus memper­hatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat”.

Kunci sistem ini ialah kekuasaan Presiden tidak tak ter­batas, Hal ini juga sudah ditegaskan dalam kunci sistem yang kedua, yaitu sistem Pemerintahan Konstitusional, bukan bersifat absolut.

Dengan susunan demikian diharapkan Majelis benar-benar mencerminkan pengejawantahan seluruh golongan dan lapisan masyarakat, mengingat MPR merupakan penjelmaan seluruh rakyat. Yang dimaksud dengan golongan menurut penjelasan pasal ini ialah badan-badan seperti koperasi, serikat pekerja dan lain-lain badan kolektif.Dalam Penjelasan juga disebutkan bahwa aturan demikian itu dengan aliran zaman. Ini berarti bahwa pengertian golongan tersebut dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.

Menurut Pasal 1 butir 4 dan 5 UU No. 4 Tahun 1999. maka yang dimaksud dengan:

– Utusan Daerah adalah tokoh masyarakat yang di anggap dapat membawakan kepentingan rakyat yang ada di daerahnya,yang mengetahui dan mempunyai wawasan Serta tujuan yang menyeluruh mengenai persoalan negara pada umumnya, dan yang dipilih oleh DPRD I dalam Rapat Paripurna untuk menjadi anggota MPR mewakili daerahnya;

– Utusan Golongan adalah mereka yang berasal dari organisasi atau badan yang bersifat nasional,mandiri dan tidak menjadi bagian dari suatu partai politik serta yang kurang atau tidak terwakili secara proporsional di DPR dan terdiri atas golongan ekonomi, agama, sosial ilmuwan, dan badan-badan kolektif lainnya.

Pasal I ayat (2) kini telah berubah, tidak lagi menempatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi dan pelaksana kedaulatan rakyat, melainkan kekuasaannya sudah sangat dibatasi, dimana kedaulatan dikembalikan dan tetap berada di tangan rakyat, seperti bunyi Pasal 1 ayat (2) sebagai berikut:

“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

Sejalan dengan ini Pasal 2 ayat 0) pun telah diubah sebagai berikut :

“Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lanjut dengan Undang-undang”.

· MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. (Pasal 2 ayat (2)).

Pengertian “sedikitnya” mengandung kemungkinan untuk mengadakan sidang lebih dari satu kali. Hal ini dapat diadakan apabila ada keperluan istimewa, yang menurut Penjelasan apabila Dewan menganggap bahwa Presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau oleh Majelis. Dengan demikian melalui suatu mekanisme yang disebut persidangan istimewa.

· Dari hal itu kita juga mengenal adanya 2 (dua) macam sidang istimewa, yaitu:

1) Sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden sebelum masa jabatan Presiden berakhir, yaitu : apabila Presiden dianggap sungguh-sungguh melanggar berhaluan negara (Bersumber pads Penjelasan UUD 1945).

2) Sidang istimewa untuk memilih Wakil Presiden yaitu : apabila WakilPresiden berhalangan tetap( bersumber pada Ketetapan iMPR).

· MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang, Dasar (Pasal 3 ayat (1)), MPR melantik Presiden dan atau wakil Presiden (Pasal 3 ayat (2)).

Presiden dan Wakil Presiden

a. Presiden RI memegang kekuasaan pemerintah me-nurut
UUD (Pasal 4).

Dengan demikian Presiden ialah kepala kekuasaan ck-sektitif dalam negara (lihat Penjelasan).

b. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya Presiden dibmitu oleh satu orang Wakil Presiden (Pasal 4 ayat (2)).

UUD 1945 tidak menetapkan pembagian tugas secara terperinci.

e. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selamal masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali (Pasal 7).

f. Pasal 9 menetapkan rumusan sumpah dan janji yang harus diucapkan oleh Presiden dan Wakil Presiden sebelum memangku jabatannya. Sumpah ini harus diucapkan dihadapan MPR atau DPR.

Dalam Perubahan Pertama atas UUD Negara 1945,Pasal 9 ini diperinci menjadi 2 (dua) ayat,dengan ,isi yang tidak berubah sehingga terdapat Pasal 9 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2).

g. Pasal 10 sampai derigan, Pasal 15 mengatur kekuasaan Presiden selaku Kepala Negara yang meliputi:

1. pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10).

2. Hak yang menyatakan perang membuat perdamaiandan perjanjian dengan Negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11).

3. Mengangkat duta dan konsul ( pasal 13 ayat (1), dan menerima duta Negara lain (pasal 13 ayat (2))

4. Menyatakan Negara dalam keadaan bahaya (pasal 12).

5. Memberi grasi, amnesty, abolisi, dan rehabilitasi (pasal 14)

Badan Pemeriksa Keuangan

  • Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.(Pasal 23 ayat (5)).
  • Bahwa cara pemerintah mempergunakan uang,belanja yang sudah disetujui oleh DPR, harus sepadan dengan keputusan tersebut.

Badan ini kedudukannya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, karena apabila tunduk kepada pemerintah, badan ini tidak akan dapat melakukan kewajiban yang seberat itu.

Namun sebaliknya badan ini juga bukan badan berdiri di atas pemerintah. Sebab itu kekuasaan kewajiban badan ini ditetapkan dengan undang-undang.

Keterangan:

Dengan demikian BPK merupakan lembaga negara dengan tugas khusus untuk memeriksa tanggung pemerintah dalam menggunakan keuangan yang telah di setujui DPR.

Yang diperiksa ialah semua pelaksanaan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kini kelembagaan BPK dimuat dalam bab tersendiri dalam UUD 1945 (baru), yaitu bab VIIIA, Pasal 23E, 23F, dan 23G, yang makin mempertegaskedudukan, kemandirian, memperluas tugas dan wewenang BPK, meskipun hal itu masih harus diatur dengan UU, yaitu guna menggantikan UU No.5 Tahun 1973 tentang BPK.

UU tentang BPK ini diperlukan, mengingat hubungan BPK bukan hanya dengan DPR, tetapi juga lembaga baru, yakni DPD, serta hubungannya dengan DPRD, seperti bunyi dari pasal-pasalnya dinyatakan di bawah ini.

  1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksaan Keuangan yang bebas dan mandiri.
  2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
  3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan Undang-undang perwakilan

Mahkamah Agung

  • Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkanmh Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang­undang. (Pasal 24 ayat 1)
  • Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang (Pasal 24 ayat (2)).
  • Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim d i tetapkan dengan undang-undang (Pasal 25).

Penjelasan atas Pasal 24 dan 25 di atas menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dart pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung de­ngan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim.

Pemerintah Daerah

Pasal 18 UUD 1945 (lama) berbunyi :

“pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahan di tetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar persyaratan dalam system pemerintahan Negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah daerah yang bersifat istimewa”.

Penjelasan atas pasal tersebut menyatakan bahawa Indonesia sebagai Negara kesatuan tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungan yang bersifat staat juga.

Daerah Indonesia di bagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi ini juga di bagi dalam daerah yang lebih kecil.
Daerah-daerah itu bersifat otonomi atau bersifat daerah administrasi belaka, yang pengaturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Di daerah-daerah yang bersifat otonom diadakan badan perwakilan daerah, karena di daerah pun pemerintah akan bersendi atas dasar permusyarawatan;

Hubungannya

Hubungan negara dengan warga negara, penduduk dan masyarakat, diwujudkan dengan adanya perlindungan terhadap hak-hak dasar/asasi manusia Indonesia disamping juga meletakkan kewajiban-kewajiban dasar/asasinya. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaannya tidak cenderung berlebih-lebihan dapat merugikan kepentingan umum yang lebih tinggi/luas,dengan menempatkan kepentingan-kepentingan yang ada secara seimbang, seperti tercermin dalam pasal 27 s/d 34.

1. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintah Pasal 27 ayat (1) menyatakan:

“Segala warga negara bersama kedudukannya (pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”

Ayat ini menunjukkan adanya kescinihing;m mumit hak dan kewajiban, dan tidak ada diskriminasi w:uj!;i nvj,m.i baik mengenai haknya maupun kewajibannya.

2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 27 ayat (2) menyatakan:

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Ayat ini memancarkan hak dasar atau hak asasi warga negara dan asas keadilan sosial dan kerakyatan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ini ber­tujuan menciptakan lapangan kerja guna memperoleh peng­hidupan yang layak bagi warga negara.

3. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Pasal 28 menyatakan:

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pi­kiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainva ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokratis.

Pasal 28 A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak inemp’ll.1 hankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28B

1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan mewujudtkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan deskreminasi.

Pasal 28C

1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Pasal 28D

1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, purlindungan, dan kepastian hukum yang ada.

2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesemptan yang sama dalam pemerintahan.

4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E

1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat me­nurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih ternpat tinggal di wilayah kenegaraan meninggalkannya, serta berhak kembali.

2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini keper­cayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,,berkum­put dan mengeluarkan pendapat.

D. GERAK PELAKSANAAN UUD 1945

UUD 1945 berlaku di Indonesia dalam 2 (dua) kurun waktu:

1) Kurun waktu mulai tanggal 18 agustus 1945 sampai tanggal 27 desember 1949, yaitu sejak ditetapkan oleh PPKI sampai dengan mulai berlakunya konstitusi RIS sebagai saat pengakuan kedaulatan dalam bulan desember 1949.

2) Kurun waktu sejak diumumkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 hingga sekarang.

Dalam kedua kurun waktu berlakunnya UUD 1945 tersebut telah dapat dicatat dan ditarik pengalaman tentang gerak pelaksanaan UUD 1945 yang sangat berharga bagi kehidupan.

Bab III Penutup

A. Kesimpulan

Sebelum terjadinya perubahan atau amandemen atas UUD 1945, maka yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah keseluruhan naskah yang terdiri dari dan tersusun atas tiga bagian yaitu.

  1. bagian pembukaan, terdiri dari 4 alenia.
  2. batang tubuh
  3. bagian penjelasan, yang meliputi penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

B. Saran

Pada penulisan makalah ini saya berharaf bermanfaat bagi diri saya, supaya mengetahui tentang UUD 1945 dan perubahannya dan menambah ilmu pengetahuan yang lebih luas.

Daftar Pustaka

  • H. subandi Al. Masudi, S.H, MH.
  • S. marzuki Al, Subandi, Zab. Pancasila dan UUD 1945, dalam paradigm reformasi Jakarta : raja wali pers.

sumber: agusmawan.blogspot.co.id.